Kesehatan yang "buruk," di dalam ribuan bentuknya yang berbeda, digunakan sebagai dalih untuk kegagalan melakukan apa yang seseorang ingin lakukan, kegagalan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar, kegagalan untuk menghasilkan uang lebih banyak, kegagalan untuk mencapai keberhasilan.

Jutaan orang menderita dalih kesehatan. Namun, dalam kebanyakan kasus, apakah ini merupakan dalih yang sah? Pikirkan sejenak tentang semua orang yang sangat berhasil yang Anda kenal yang dapat – tetapi tidak mau – menggunakan kesehatan sebagai dalih.

Teman-teman saya yang menjadi dokter atau ahli bedah mengatakan kepada saya bahwa tidak ada orang yang memiliki kesehatan sempurna. Ada sesuatu yang kurang beres pada fisik semua orang. Banyak yang menyerah sepenuhnya atau sebagian kepada dalih kesehatan, tetapi orang yang berpikiran sukses tidak.

Dua pengalaman terjadi pada diri saya pada suatu siang yang mengilustrasikan sikap yang benar dan sikap yang salah terhadap kesehatan. Saya baru saja selesai memberikan ceramah ketika seorang berusia sekitar tiga puluh tahun meminta untuk berbicara dengan saya secara empat mata. Ia memuji ceramah saya, tetapi kemudian berkata, "Saya khawatir gagasan Anda tidak banyak berguna buat saya. Kebetulan jantung saya lemah, dan saya harus sering-sering memeriksakan diri ke dokter." Ia menjelaskan bawa ia sudah menemui empat orang dokter, tetapi mereka tidak dapat menemukan penyakitnya. Ia meminta saran saya tentang apa yang harus ia lakukan.

"Baiklah," saya berkata, "Saya tidak tahu apa-apa tentang jantung, tetapi sebagai sesama orang awam, ada tiga hal yang akan saya kerjakan. Pertama, saya akan mengunjungi spesialis jantung terbaik yang dapat saya temui, dan menerima diagnosisnya sebagai keputusan final. Anda sudah mengecek dengan empat dokter dan tak seorang pun menemukan sesuatu yang aneh dengan jantung Anda. Biarkan dokter kelima menjadi dokter terakhir yang memberikan keputusan. Kemungkinan besar jantung Anda memang sehat. Namun, jika Anda terus khawatir tentangnya, akhirnya Anda mungkin benar-benar mengidap penyakit jantung yang serius. Mencari-cari penyakit akhirnya sering benar-benar menyebabkan Anda malah mengidapnya.

"Kedua, saya akan menganjurkan Anda membaca buku bagus karya Dr. Schindler, How to Live 365 Days a Year. Dr. Schindler memperlihatkan di dalam buku ini bahwa tiga dari empat ranjang di rumah sakit diisi oleh orang yang mengidap EII – Emotionally Induced Illness (penyakit yang disebabkan oleh emosi). Bayangkan, tiga dari empat orang yang sakit sekarang ini akan sehat jika mereka sudah belajar bagaimana menangani emosi mereka. Baca buku Dr. Schindler dan kembangkan progam Anda untuk manajemen emosi.

Ketiga, saya bertekad untuk hidup sampai saya mati. "Saya terus menjelaskan kepada orang yang menderita ini beberapa nasihat yang saya terima bertahun-tahun lalu dari seorang teman saya, seorang pengacara, yang mengidap penyakit TBC. Pengacara ini tahu bahwa ia harus menjalani hidup yang terbatas oleh banyak aturan, tetapi hal ini tidak pernah menghentikannya menjalankan praktek hukum, menghidupi keluarga yang baik, dan benar-benar menikmati hidup. Teman saya, yang kini berusia 78 tahun, inengekspresikan filosofinya dengan kata-kata ini: "Saya akan hidup hingga saya mati, dan saya tidak akan mencampur aduk hidup dan mati. Sementara saya masih ada di muka bumi ini saya akan terus hidup. Mengapa harus hanya setengah hidup? Setiap menit yang dihabiskan orang untuk khawatir soal kematian sama saja orang itu sudah mati selama satu menit itu."

Pada saat itu saya harus pergi untuk mengejar pesawat. Di dalam pesawat terbang pengalaman kedua yang jauh lebih menyenangkan terjadi. Sesudah ke-bisingan selama lepas landas, saya mendengar bunyi berdetik. Dengan heran, saya melirik pria yang duduk di sebelah saya, karena bunyi itu tampaknya berasal darinya.

Ia tersenyum lebar, dan berkata. "Oh, ini bukan bom. Ini cuma jantung saya."
Saya jelas tampak bingung, maka ia pun melanjutkan mengatakan kepada saya apa yang sudah terjadi.

Tiga minggu lalu ia menjalani operasi di mana dokter memasang katup plastik ke dalam jantungnya. Bunyi berdetik tersebut, ia menjelaskan, akan berlanjut selama beberapa bulan hingga jaringan baru tumbuh menutupi katup buatan tersebut. Saya bertanya apakah yang akan ia lakukan.

"Oh," katanya, "saya punya beberapa rencana besar. Saya akan belajar hukum sekembalinya saya ke Minnesota. Suatu hari nanti saya berharap dapat bekerja di pemerintahan. Dokter mengatakan saya harus bersantai selama beberapa bulan, tetapi sesudah itu saya akan menjadi seperti baru lagi."

Nah, Anda mempunyai dua cara untuk menghadapi masalah kesehatan. Orang yang pertama, yang bahkan tidak yakin bahwa ada yang tidak beres dengan fisiknya, merasa khawatir, depresi, dalam perjalanan menuju kekalahan, menginginkan seseorang untuk menyokong bahwa ia tidak dapat bergerak maju. Orang kedua, sesudah menjalani operasi yang sangat sulit, tetap optimistis, berhasrat mengerjakan sesuatu.
Perbedaannya terletak pada bagaimana mereka berpikir tentang kesehatan!

Saya pernah mempunyai pengalaman yang sangat langsung dengan dalih kesehatan. Saya menderita diabetes. Sesudah mengetahui saya mengidap penyakit ini, saya diperingatkan, "Diabetes adalah penyakif fisik; tetapi kerusakan terbesar ditimbulkan karena sikap negatif terhadap penyakit ini. Khawatirlah tentang penyakit ini maka Anda akan benar-benar mengalami kesulitan."

Dengan sendirinya, sejak tahu tentang penyakit diabetes yang saya idap, saya harus mengenal banyak penderita diabetes lain. Saya akan ceritakan kepada Anda tentang dua ekstrem. Seorang teman yang mengidap penyakit yang ringan termasuk ke dalam kelompok yang hidup merana. Terobsesi oleh ketakutan akan cuaca, ia biasanya secara menggelikan mengenakan pakaian tebal. Ia takut bekerja terlalu keras sehingga ia hampir tidak melakukan apa pun. Ia menghabiskan sebagian besar energi mentalnya untuk khawatir tentang apa yang mungkin terjadi. Ia membosankan orang lain dengan menceritakan kepada mereka "betapa mengerikan" penyakitnya. Penyakitnya yang sebenarnya bukanlah diabetes. Ia adalah korban dari dalih kesehatan. Ia mengasihani diri hingga menjadi invalid.

Ekstrem yang lain adalah seorang manajer divisi di sebuah perusahaan penerbitan besar. Ia mengidap penyakit yang serius: ia menggunakan insulin kira-kira 30 kali lebih banyak daripada orang yang pertama tadi. Tetapi, ia tidak hidup untuk menjadi sakit. Ia hidup untuk menikmati pekerjaannya dan bersenang-senang. Suatu hari ia berkata kepada saya, "Memang sulit, tetapi begitu juga bercukur, bukan? Itulah sebabnya saya tidak akan berpikir untuk tiduran saja di ranjang. Ketika saya disuntik, saya memuji orang yang menemukan insulin."

Seorang teman baik saya, profesor perguruan tinggi yang terkenal, pulang dari Eropa pada tahun 1945, kehilangan satu lengannya. Walaupun cacat, John selalu tersenyum dan membantu orang lain yang kurang beruntung. Ia sama optimisnya dengan siapa saja yang saya kenal. Suatu hari saya dan dia berbicara panjang lebar tentang cacat yang dialaminya.
"Itu cuma satu lengan," katanya. "Tentu saja dua lebih baik dari satu. Tetapi mereka cuma memotong satu lengan saya. Semangat saya seratus persen utuh. Saya bersyukur untuk itu."

Seorang teman saya yang juga berlengan satu adalah seorang pemain golf yang ulung. Suatu hari saya bertanya kepadanya bagaimana ia mampu mengembangkan suatu gaya yang nyaris sempurna dengan hanya satu tangan. Saya katakan kepadanya bahwa banyak pegolf dengan dua lengan tidak dapat melakukan sebaik dirinya. Jawabannya adalah, "Menurut pengalaman saya, satu lengan dan sikap yang tepat akan selalu mengalahkan dua lengan dengan sikap yang salah."
Ia benar. Sikap yang tepat dan satu lengan akan selalu mengalahkan sikap yang salah dan dua lengan. Pikirkan tentang pernyataan itu sejenak. Hal ini berlaku tidak hanya di lapangan golf, tetapi juga di dalam setiap segi kehidupan. :-)

Salam Sukses Luar Biasa!

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan berikan komentar anda tentang tulisan saya.
Terima kasih.