Belum lama ini, saya mendengar seorang insinyur dalam bidang lalu lintas mendiskusikan keamanan jalan raya. Ia menunjukkan bahwa lebih dari 40.000 orang terbunuh setiap tahun di dalam apa yang disebut kecelakaan lalu lintas.

Pokok utama dari pembicaraannya adalah bahwa tidak ada apa yang disebut sebagai kecelakaan yang sesungguhnya. Yang kita sebut kecelakaan adalah akibat dari kelalaian manusia atau kegagalan mekanis, atau kombinasi dari keduanya.

Apa yang dikatakan oleh ahli lalu lintas ini menyokong apa yang dikatakan oleh orang bijak zaman dahulu: ada sebab untuk segalanya. Tidak ada yang terjadi tanpa sebab. Tidak ada yang kebetulan mengenai cuaca sekarang ini. Ini adalah akibat dari sebab yang spesifik. Dan tidak ada alasan untuk percaya bahwa urusan manusia merupakan pengecualian.

Namun, hampir tidak ada hari yang berlalu tanpa Anda mendengar seseorang menimpakan kesalahan pada nasib "buruk." Dan jarang sekali Anda tidak mendengar seseorang menghubungkan keberhasilan orang lain dengan nasib "baik."

Mari saya ilustrasikan bagaimana orang mengalah pada dalih nasib. Belum lama ini saya makan siang bersama tiga orang eksekutif junior yang masih muda. Topik percakapan hari itu adalah George C, yang baru saja sehari sebelumnya dipilih dari kelompok mereka untuk mendapatkan promosi besar.

Mengapa George mendapatkan jabatan itu? Ketiga orang muda ini menggali untuk menemukan segala macam alasan: nasib baik, katrol, menjilat, istri George dan bagaimana wanita itu bermain mata dengan bos – yang semuanya tidak benar. Kenyataannya George memang benar-benar memenuhi syarat. Ia selama ini bekerja lebih baik dibandingkan yang lain. Ia bekerja lebih keras. Ia mempunyai kepribadian yang lebih efektif.

Saya juga mengetahui bahwa para karyawan senior di perusahaan tersebut sudah menghabiskan banyak waktu mempertimbangkan mana dari keempat orang tersebut yang akan dipromosikan. Ketiga orang yang kecewa tersebut seharusnya menyadari bahwa para eksekutif puncak tidak memilih eksekutif utama dengan jalan undian.

Saya berbicara mengenai keseriusan dalih nasib tersebut belum lama ini dengan seorang wiraniaga dari perusahaan pembuat peralatan mesin. Ia menjadi bersemangat mengenai masalah tersebut dan mulai berbicara tentang pengalamannya sendiri dengan dalih tersebut.

"Saya tidak pernah mendengarnya disebut demikian sebelumnya," ujarnya, "tetapi ini adalah salah satu dari masalah paling sulit yang harus digeluti oleh setiap eksekutif penjualan. Baru kemarin sebuah contoh yang sempurna tentang apa yang Anda bicarakan terjadi di perusahaan saya.

"Salah seorang wiraniaga datang sekitar pukul empat dengan pesanan besar untuk peralatan mesin. Seorang wiraniaga lain, yang volume penjualannya begitu rendah sehingga ia menjadi masalah, berada di kantor saat itu. Mendengar John menyampaikan berita baik tersebut, ia dengan agak iri mengucapkan selamat kepadanya dan kemudian berkata, 'Wah, John, Anda kembali beruntung!'

"Nah, yang tidak mau diterima oleh wiraniaga yang lemah ini adalah bahwa nasib tidak ada kaitannya dengan pesanan besar yang didapat oleh John. John sudah menggarap pelangan itu selama berbulan-bulan. Ia sudah berulang kali berbicara dengan selusin orang di luar sana. John tidak tidur selama beberapa malam memikirkan secara persis apa yang terbaik untuk mereka. Kemudian ia menemui empat insinyur kami untuk membuat desain pendahuluan dari peralatan tersebut. John bukan beruntung, kecuali jika Anda boleh menyebut kerja yang direncanakan secara cermat dan dilaksanakan secara sabar sebagai keberuntungan.

Seandainya nasib digunakan untuk mereorganisasi bisnis. Jika nasib menentukan siapa yang mengerjakan apa dan siapa yang pergi ke mana, semua perusahaan di negara ini akan berantakan. Asumsikan sejenak bahwa sebuah perusahaan dagang yang besar diharapkan melakukan reorganisasi sepenuhnya berdasarkan nasib. Untuk melaksanakan reorganisasi tersebut, nama-nama semua karyawan akan dimasukkan ke dalam sebuah tong. Nama pertama yang keluar akan menjadi direktur pengelola, kedua wakilnya, dan seterusnya hingga pesuruh kantor.

Kedengarannya bodoh, bukan? Nah, begitulah caranya nasib bekerja.
Orang yang naik hingga ke puncak di dalam pekerjaan apa pun – manajemen bisnis, penjualan, hukum, rekayasa, akting, atau apa saja – tiba di sana karena mereka mempunyai sikap yang unggul dan menggunakan pikiran sehat mereka dalam kerja keras.

Taklukkan Dalih Nasib dengan Dua Cara:

Terimalah hukum sebab-akibat. Perhatikan kembali apa yang tampaknya sebagai "nasib baik" seseorang. Anda tidak akan menemukan nasib baik, melainkan persiapan, perencanaan, dan pikiran penghasil sukses yang mengawali "keberuntungannya." Perhatikan kembali apa yang tampaknya merupakan "nasib buruk" seseorang. Lihat, dan Anda akan menemukan alasan spesifik tertentu. Tuan keberhasilan menerima suatu kemunduran; ia belajar dan mendapatkan keuntungan. Tetapi ketika Tuan Kegagalan kalah, ia lalai untuk belajar.

Jangan menjadi orang yang suka berangan-angan kosong. Jangan boroskan energi mental Anda untuk memimpikan cara-cara tanpa usaha untuk mendapatkan keberhasilan. Kita tidak menjadi berhasil hanya melalui nasib baik. Keberhasilan datang dari pelaksanaan hal-hal dan penguasaan prinsip-prinsip yang menghasilkan keberhasilan. Jangan mengandalkan nasib baik untuk mendapatkan promosi, kemenangan, hal-hal yang baik dalam hidup ini. Sebaliknya, berkonsentrasilah pada pengembangan kualitas-kualitas itu di dalam diri Anda yang akan menjadikan Anda seorang pemenang. :-)

Salam Sukses Luar Biasa!

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan berikan komentar anda tentang tulisan saya.
Terima kasih.